Senin, 28 Juni 2021

PENULISAN 13 - ETIKA BISNIS

 GELANG PERSAHABATAN

 

Putri memakai sepatunya dengan malas. Kalau bisa, selama seminggu ini ia bolos sekolah saja. Namun, Bunda pasti akan marah. Ulangan tengah semester telah selesai. Minggu ini, di sekolah sedang beriangsung pekan olahraga.

“Sudah siang, Putri. Ayo lekas, nanti terlambat,”tegur Bunda.

“Enggak belajar kok, Bunda. Lagi pekan olahraga.”

“O iya, kamu ikut olahraga apa, Putri?”tanya Bunda.

“Aku dimasukkan ke tim lari estafet oleh Pak Guru. Satu tim dengan Tikah,”suara Putri terdengar pelan.

“Bagus, dong! Lari kalian, kan, memang cepat. Tapi, kenapa kamu seperti tidak semangat? Ada apa?” Bunda menyelidik,

 Putri menunduk. Menggeleng

. “Putri?” Bunda tidak suka dengan gelengan kepala Putri.

“Putri tidak mau satu tim dengan Tikah,”ucap Putri.

“Putri mau satu tim dengan Sabil saja.Tapi, Pak guru bilang tidak bisa ditukar.

” “Bukankah seharusnya kamu senang. Kalian, kan, bersahabat.

” Tidak lagi, jawab Putri dalam hati.

 Merekabertengkar gara-gara Putri tidak mau memberikan contekan Matematika saat ujian tengah semester kemarin. Sampai hari ini mereka belum bicara dan bercanda lagi. Kalau berpapasan di koridor sekolah, Putri dan Tikah pura-pura tidak melihat. Di dalam kelas pun mereka seperti tidak saling mengenal.

Putri tidak mau minta maaf duluan. Seperti kejadian waktu buku PR Tikah tersiram air. Doni yang menumpahkan langsung melarikan diri. Karena memang hanya Putri yang duduk di sana, Tikah langsung menyalahkannya. Sementara ia tidak sempat membela diri.

 Sebagai tanda permintaan maaf, Putri membuat gelang yang ia buat sendiri. Warnanya biru. Satu untuknya dan satu untuk Tikah. Waktu memakai gelang itu, mereka berjanji untuk tidak musuhan lagi. Putri melirik pergelangan tangannya. Gelang biru tanda persahabatan itu sudah ia lepas dari kemarin. Putri juga melihat Tikah tidak memakainya lagi. Mereka benar-benar tidak lagi sahabatan sekarang.

“Ayo Bunda, berangkat,” ujar Putri selesai memakai sepatu. la tidak ingin Bunda bertanya ada apa dengannya dan Tikah.

Lina memanggil Putri untuk mendekat karena nama mereka sudah dipanggil untuk masuk ke lapangan. Lomba lari estafet putri akan segera dimulai. Dengan malas, Putri mendekat juga.

“Yang semangat, dong!”tepuk Ratih di pundak Putri.Tadi Ratih sedang mengobrol dengan Tikah yang langsung membuang pandangnya ke pinggir lapangan, setelah Putri mendekat.

Putri menguatkan diri. Perasaan kesal dan sebal pada Tikah masih ada di hatinya, karena Tikah marah-marah tidak diberi contekan.

Demi pertandingan lari estafet ini, aku akan berjuang, ucap Putri dalam hati. Untungnya, Putri menjadi pelari yang pertama membawa tongkat. Dilanjutkan oleh Tikah, pelari yang menerima tongkat terakhir. Maka, Putri tidak perlu menatap dan bersentuhan tangan dengan Tikah.

Ternyata, tim Putri kalah oleh tim Sabil. Tikah marah-marah dan menyalahkan Putri atas kekalahan itu.

 “Seharusnya Putri tidak satu tim dengan kita. Larinya lambatsekali tadi. Semua gara , gara dia,” Tikah mengomel.

 Putri ingin menangis tadi. Selalu saja, tikah menyalahkan dirinya. Untunglah teman yang lain tidak ikutan menyalahkannya. Lari tim mereka memang kalah cepat dari teman-teman di tim Sabil.

“Bunda baru tahu kalau kamu bertengkar sama Tikah,”Bunda meletakkan secangkir cokelat panas di meja belajar.

 Putri berusaha bangkit dari posisi tidurnya. Kepalanya masih terasa pusing. Hari ini Putri tidak sekolah. Tadi pagi dia sudah mau berangkat ke sekolah, tetapi ketika Putri berpamitan, Bunda merasakan tangan Putri panas sekali dan melarang Putri pergi ke sekolah

. “Bunda tahu dari mana? Ada yang ngadu ke Bunda, ya?”

 “Enggak baik bertengkar lama-lama. Selama ini, kan, kalian memang sering bertengkar, tapi tidak lama sudah baikan lagi.”

 Putri melengos tak suka mendengar ucapan Bunda. Mereka memang selalu berbaikan. Namun, selama ini Putri yang selalu mengalah dan meminta maaf duluan.

 “Mengalah, tidak apa-apa, kok,” bujuk Bunda seperti tahu apa yangPutri pikirkan.

“Tikah mau menang sendiri Bunda. Putri capek ngalah terus-terusan.”

Bunda tersenyum.

“Mengalah bukan berarti kalah,” Bunda membantu Putri untuk duduk dan meminum cokelatnya.

“Itu malah menandakan, kalau kamu anak Bunda yang punya jiwa besar,” Bunda menekan hidung Putri.

“Lagi pula, kamu adalah anak Bunda yang paling baik.” Putri menunduk.

 “Nah, sekarang, Bunda suruh Tikah masuk ke kamarmu, ya?”

“Tikah datang ke sini, Bunda?” tanya Putri tidak percaya mendengarnya.

 “Iya. Dia mau minta maaf, katanya.Tikah datang membawa puding, lo. Nanti Bunda iris dan bawa ke kamar, ya. Biar bisa kalian makan berdua.” Bunda tersenyum.

 Saat itu, Putri melihat gelang tanda persahabatan yang pernah dibuatnya. Ah, meski tanpa gelang persahabatan itu, mereka akan tetap menjadi sahabat.

PERTEMUAN 13 - ETIKA BISNIS

PENULISAN 11 - ETIKA BISNIS

 

Temen Baik Rupa Baik Hati

“Non, ada non Sinta di depan dari tadi nyariin non Rara, monggo temuin dulu.” Sahut bi Inah pada nonya kecilnya yang sedang bermain handphone dikasur.

“Bi, tolong bilangin rara lagi gak dirumah.” Pinta Rara pada asisten rumah tangga dirumahnya.

“Iya,  Baik kalau begitu Non.”

“Kenapa kamu kaya gitu sama Sinta? Ujar Mama Rara, “Gaklah mah dia itu baik luarnya doang” jelas Rara pada mamanya.“Iya dari luarnya memang baik, manis tapi kalau dalemnya pahit buat apa temenan ma” tambah Rara.

“Pahit gimana?”

“Kejelekan orang pada diomongin, mungkin dibelakang rara dia juga ngomongin Rara ma. Beda sama Sinta makanya Rara suka temenan sama Sinta ma”

“Ya sudah kalau menurut kamu itu yang terbaik, mama juga menilai Sinta itu anak yang baik” bales mama Rara.

PERTEMUAN 11 - ETIKA BISNIS

PENULISAN 9 - ETIKA BISNIS

 

Anak Bermalasan

Minggu adalah hari libur yang ditunggu kaum rebahan, malas beraktivitas. Ada yang hanya ingin rebahan dirumah menghilangkan penat selama satu minggu beraktivitas dan ada pula yang berencana akan berlibur. Banu memilih opsi pertama, Banu memilih bersantai rebahan dirumah, dan parahnya Banu aka selalu merasa kurang dengan liburnya.

“Banu bangun sudah siang, nanti kamu terlambat.” Tanya ibunya.

“Bu Banu masih capek, banu bolos sehari ya.” Banu memelas pada ibunya.

“ Jangan begitu, bayaran sekolahmu mahal jangan menyepelekan menuntut ilmu” Jawab ibunya menyanggah.

“Sehari saja bu, Banu tidur lagi.”

Melihat kelakuan Banu Ibunya geram, hingga ibunya mengajak Banu melihat anak keterbelakangan di suatu panti asuhan.

“Nah sekarang coba kamu buka mata kamu, mereka ingin sekolah sepertimu, namun tidak ada orang tua yang akan membiayai mereka bersekolah” Jelas ibunya, mereka masih di dalam mobil.

Dengan kejadian itu Banu tersadar dan mau berangkat sekolah walau terlambat. Diperjalanan menuju sekolah Banu melihat seorang anak yang pincang berseragam sekolah sama dengan nya, dalam hati Banu berkata, aku bersyukur masih punya fisik yang sempurna untuk bisa menuntut ilmu.

PERTEMUAN 9 - ETIKA BISNIS

PENULISAN 8 - ETIKA BISNIS

 

Mari Bersedekah

“Bu, Hari ini hanya ini yang bisa bapak kasih bu, barang dagangan sedikit lakunya.” Memberikan uang belanja kebutuhan rumah tangga kepada istrinya.

“Iya pak, setidaknya bapak telah berusaha, hari ini cukup rezeki dari Allah untuk kita makan.”

Besoknya sang suami berangkat lagi kepasar untuk berjualan, di tengah jalan suami ini bertemu nenek yang sedang kebingungan.

“Ada apa nek, apa ada yang bisa saya bantu?” Tanya pak Bejo.“Nak, tolong, boleh saya minta uang kamu saya tidak ada ongkos untuk pulang.” Pinta nenek.

“Uang mepet, makan susah, tapi tidak apa kasian nenek ini.” Gumam Pak Bejo dalam hati.

“Saya hanya punya ini nek, apa cukup untuk nenek pulang  ? mari sekalian saya antar keterminal” ujar Pak Bejo

“Terima kasih nak,  ini cukup. Semoga reZekimu selalu di lancarkan oleh yang maha kuasa.”

“Aamiin, Nek”.

Setalah mengantar nenek tadi, pak Bejo kembali berjualan, dan hari ini dagangannya banyak terjual.

“Alhamdulillah rezeki tak kemana, tuhan maha adil.” Syukur pak Bejo.